Kamis, 19 Juli 2012

"indahnya" banjir bagi masyarakat Jakarta



Kemarin siang waktu istirahat makan siang dari praktek industri, teman-teman sesama anak magang mengajak saya cari makan di luar. Buat ngilangin bosen sama menu makan siang yang itu-itu aja (nasi uduk, bubur ayam, nasi warteg, besoknya nasi uduk lagi), kami pun menjelajah daerah Tebet Utara Dalam dan menghentikan mobil di warung olahan bebek. Makannya cuma beberapa menit, tapi ngantrinya setengah jam sendiri. Belum lagi pas mau balik ke butik pake acara muter-muter cari jalan. Dan setelah berjuang di tengah kemacetan jalanan Tebet, kebelet pipis di tengah hujan deras, kami pun berhasil memasuki daerah Asem Baris. Baru saja masuk jalan Asem Baris, kami mendapat surprise super shocking amazing, berupa……banjir.
http://www.wartakota.co.id/read/news/15193

Terus terang, baru sekali ini saya melihat banjir-nya Jakarta dengan mata kepala berkacamata saya sendiri. Biasanya cuma lihat dari tivi. Saya benar-benar melongo dari dalam jendela mobil, melihat air meluap dari got di sepanjang jalan Asem Baris. Padahal gotnya ada di kedua sisi jalan, otomatis air yang meluap ke jalan jadi dobel. Pas awal-awal masuk jalan Asem Baris, tinggi air paling cuma se-mata kaki. Tapi semakin masuk, airnya semakin meninggi. Berhubung mobil teman yang saya tumpangi adalah mobil matic, terpaksa teman saya putar balik karena nggak mau ambil resiko mesin mogok di tengah lautan air got -_-

Setelah berjuang melalui jalan kecil dengan rebutan jalan dengan mobil-mobil lain yang berlawanan arah, kami pun berhasil sampai di butik dengan jam menunjukkan keterlambatan selama 1,5 jam tercatat dalam kartu presensi kami.

http://udinnews.wordpress.com/2012/02/20/bogor-hujan-jakarta-yang-banjir/
Butik tempat saya magang terletak di tengah Jalan J yang ternyata adalah daerah rawan banjir. Anak-anak kecil dengan wajah ceria tanpa dosa bersuka cita bermain-main di bawah siraman hujan didalam genangan banjir. Wajah masa depan Jakarta, yang bahagia akan datangnya bencana… #efek suara, echoed sambil menatap langit
Pada saat yang bersamaan, para orang tua berramai-ramai membersihkan selokan di depan rumah mereka, mengambil sampah-sampah yang menyumpal dari dalam selokan, kemudian mengonggokkannya di tepi jalan.


Pertanyaan terbesar saya, apa saja kesibukan mereka saat musim kemarau, sampai-sampai mereka menunggu datangnya musim hujan untuk membersihkan sampah dari selokan mereka? Atau jangan-jangan banjir malah menjadi alibi mereka untuk meliburkan diri dari kantor, dengan alasan mereka mau membersihkan got depan rumah? Sepertinya memang iya, karena ketika banjir sudah setinggi pinggang orang dewasa, mau tak mau semua instansi pasti diliburkan. Pantaslah mereka senang. Lumayan kan, dapat libur di tengah tahun tanpa mengurangi jatah cuti.

Kemudian, pertanyaan terbesar kedua adalah, mau dikemanakan sampah yang teronggok di tepi jalan itu? Prediksi saya, mereka akan menunggu sampai hujan berikutnya menghanyutkan sampah-sampah di pinggir jalan itu kembali masuk ke got. Di Jakarta saya belajar, istilah “gali lubang – tutup lubang” ternyata tidak hanya merujuk pada hutang.
Jakarta, 18 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follower