Part I
Aku menyukai bulan-bulan yang menyusun satu tahun itu menjadi genap. Karena selalu ada cerita atau momen tertentu yang menjadikannya berkesan. Contohnya, aku suka Desember, karena suasana Natal di kota ini begitu menghangatkan hati. Aku suka Januari, karena selalu ada hal baru di bulan itu. Aku suka November, karena di bulan itulah aku berulang tahun. Aku suka Juli, karena itu ulang tahunmu. Aku paling suka bulan Mei, itu adalah waktu kita pertama ketemu. Tapi aku lebih suka lagi bulan Juni, karena di bulan itulah aku memutuskan untuk menjadi pacarmu.
Tapi aku selalu benci
bulan April. Apapun yang kulakukan untuk menjadikannya indah, selalu berakhir
sia-sia dan membuatku semakin membenci April…
© © ©
28 Mei 2011
Aku dan teman satu
kosku diajak oleh seorang teman kampus untuk datang ke titik 0 km kota ini. Ada
acara panggung rakyat yang diadakan oleh sebuah komunitas musisi jalanan dimana
teman kampusku tadi bergabung didalamnya. Aku datang malas-malasan, dan semakin
tidak antusias ketika melihat band yang sedang di atas panggung menyanyikan
lagu metal sambil mengangguk-anggukkan kepala penuh rambut panjang itu seperti
berusaha mengusir ketombe. Kepalaku sakit seketika.
Dengan enggan aku duduk
di pinggiran taman kecil di pinggir jalan. Mengamati hiruk pikuk yang terjadi
dan mencoba menikmatinya. Hasilnya, kepalaku malah semakin sakit. Jadi aku
mencoba mengalihkan perhatianku pada hal lain. Aku mengamati trotar di seberang
jalan yang juga ramai tetapi dengan kesibukan yang berbeda. Di seberang jalan,
orang-orang hanya duduk menikmati malam yang semakin larut di kota tua ini. Aku
mencoba meletakkan pikiranku di seberang sana. Sementara dentuman musik hardcore mulai menggema samar di ujung
rongga telingaku.
Tiba-tiba musik
berhenti. Aku memutar kepalaku ke arah panggung. Dan mendapati bahwa ternyata
band tersebut sudah selesai membawakan lagunya. Kemudian, maju sekelompok
pemuda lain dengan penampilan yang lain juga. Aku yakin, kali ini kepala dan
telingaku akan sedikit lebih tenang. Dan benar, band yang ini membawakan lagu
pop yang lebih kumengerti meskipun aku belum pernah mendengar lagu ini sama
sekali sebelumnya. Lalu aku mencoba melihat ke arah lain lagi, mencari
distraksi.
Dan saat itulah, tepat
saat itulah. Ekor mataku menangkap sosok asing, betul-betul asing, tapi aku
merasa pernah melihatnya sebelumnya. Pikiranku, imajinasiku, merasa pernah
mengenalnya. Tapi entah kapan, entah dimana, entah siapa. Dia memakai kemeja
kotak-kotak warna hitam putih, celana jeans hitam, memakai sneakers hitam
dengan lambang Nike berwarna hijau. Pada bahunya terslempang sebuah tas hitam
kecil. Dia kurus, tinggi, dengan potongan rambut ala-ala emo yang sepertinya
sedang pasaran saat itu. Aku tersenyum kecil. Aku masih memandangnya, bukan,
menatapnya. Kepalaku mencari-cari biografi seseorang yang pernah kukenal dengan
ciri-ciri seperti itu, tapi tidak menemukan siapapun.
Aku masih mencari-cari
file dalam ingatanku ketika aku hampir menyerah, dan secara tiba-tiba - hanya
sepersekian detik - dia menatapku. Seolah dia sebenarnya tahu bahwa aku
memperhatikannya dari tadi. Dan tatapannya saat itu, begitu………… sulit mengartikannya.
Ada tatapan mengancam dalam sorot matanya yang tajam. Tapi juga ada sebersit
tanda tanya di dalamnya, juga sedikit rasa penasaran seperti yang aku rasakan.
Tertangkap basah
seperti itu - anehnya - alih-alih membuang muka atau tertunduk malu, aku malah
melemparkan senyum kepadanya. Aku sendiri tidak tahu darimana keberanian itu
datang. Maksudku, dalam masa krisis percaya diri yang sedang kualami saat itu,
memandangnya dari jarak yang sejujurnya hanya sekian langkah, memberiku sebuah
alasan untuk tersenyum. Itulah, pertama kalinya aku tersenyum setelah
berbulan-bulan auraku berwarna kelabu.
Waktu itu, jam semakin
mendekati tengah malam. Dan dia masih duduk di sana, kami masih saling menatap
dalam jarak dan ditengah hentakan musik segala aliran, tidak ada yang saling mendekati,
tapi tidak ada juga yang mau mengalihkan tatapan dari satu sama lain. Bahkan aku nyaris
melupakan keberadaan teman satu kosku yang datang bersamaku. Sampai akhirnya……
Terdengar suara
tabrakan dari arah seberang jalan, dan semua orang melihat ke arah itu, termasuk
aku. Hampir semua orang di tempat itu berlarian menuju arah suara, kecuali aku
dan temanku. Kami hanya berdiri, melihat dari tempat kami. Tapi tempat tabrakan
itu terlalu jauh dari tempat kami, jadi kami tidak bisa melihat apapun. Acuh,
aku kembali ke tempat dudukku semula, dan melihat ke arah orang asing tadi
duduk. Tapi dia sudah tidak ada disana. Aku bingung, aku berdiri, dan mulai
mencari-cari dengan pandanganku. Aku melihat ke semua arah, tapi terlalu banyak
orang disana. Aku panik. Untuk suatu alasan yang tidak jelas, aku panik.
Tanpa semangat, aku
berbalik untuk duduk di tempat tadi. Dan disanalah dia, tepat didepan hidungku,
menunduk untuk menatapku yang jadi terlihat kerdil di depannya. Aku tersentak, dan segera membeku di tempatku berdiri. Bukan karena nervous, aku bahkan tidak sempat memikirkan nervous saat itu. Tapi karena aku mencium
sebuah bau yang khas dari tubuhnya. Seperti campuran antara rokok, pengharum
AC, sedikit alkohol dan……hujan? Aku tidak yakin. Tapi aku yakin akan satu hal. Aku
tidak akan pernah bisa melupakan bau itu, bahkan sampai berbulan-bulan
setelahnya, bahkan sampai cerita ini menjadi semakin rumit, dan bahkan sampai
April yang menyebalkan itu datang.
Kembali ke saat itu,
momen itu, detik itu…
Aku mengangkat kepalaku
untuk melihat wajahnya yang berada tepat di atas kepalaku. Dia tinggi sekali. Aku
benar-benar seperti kurcaci gendut jelek dan bau, sementara dia seperti...
bukan pangeran, tentu saja. Tapi… seperti… rock star yang begitu keren dengan
sikap dingin yang angkuh, misterius, yang mampu membuat histeris penggemarnya (atau
dalam hal ini, aku), dan wangi. Tapi, untuk seorang rock star yang angkuh – ajaibnya – dia
tersenyum. Dan senyuman itu adalah hal ke tiga yang tidak akan pernah kulupakan
sampai kapanpun, setelah stelan pakaiannya dan bau badannya.
Setelah itu, semuanya
terlihat begitu cepat, seperti flash yang kabur dan tidak begitu jelas. Dalam ingatanku,
aku cuma bisa mengingat scene ketika aku,
teman kosku, teman kampusku, teman dari teman kampusku, dan stranger itu sudah duduk
dalam satu lingkaran. Dan aku mengingat dengan jelas – bahkan seperti menggema
dalam rongga kepalaku yang seolah tiba-tiba kosong – ketika dia menyebutkan
namanya.
“Bara”
© © ©
The casino is legal in Delaware (not in VA)
BalasHapusHarrah's Resort Southern California has officially 원주 출장안마 moved 아산 출장안마 into the 경기도 출장안마 Harrah's Resort Southern 구리 출장안마 California is an enterprise of Caesars 구미 출장샵 Entertainment Inc.