Keangkuhan yang selalu luluh pada kecantian abstrak
Desisan licik ketika kau hembuskan asap rokok dari mulutmu
Pesona yang tak pernah mati dalam semerbak parfum mahal
di kerah kemeja putih itu
Arogansi dan gengsi tak tergapai untuk mengcover puluhan misi dengan misteri
Bukankah memang itu pekerjaanmu disana sepanjang sisa waktu kuliahmu?
– menjilid dan mengcover buku-buku dengan selembar karton warna-warni –
Setangkai poisoned ivy berkedok American beauty
Yang tak kalah menarik,
Kau ajarkan aku untuk menjadi kurcaci yang sanggup bermimpi setinggi atap bayang-bayang yang memenjarakanmu …
Tapi bukankah aku sudah pernah bilang padamu,
Aku psikopat muda yang tak akan berterimakasih hanya karena kau pernah menyuguhkan secangkir coklat panas untukku –
ditengah badai salju, bulan Januari itu …
Jadi kini saat kau tertidur,
kurenggangkan kedua lenganmu yang melingkari tubuhku,
dan kunyalakan sebatang lilin aroma terapi di meja ruang makanmu
lalu sebatang lagi di selasar sebelah dipanmu,
Kucium bibirmu terakhir kali, lalu kutinggalkan kamarmu terkunci…
Kau tahu aku menghargai setiap butir pil penenang yang kau suapkan padaku,
Dan tabung gas yang mendesis (persis seperti waktu kamu merokok) di dapur apartemenmu itu… adalah ucapan terimakasihku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar