Kemarin siang waktu istirahat makan siang dari praktek
industri, teman-teman sesama anak magang mengajak saya cari makan di luar. Buat
ngilangin bosen sama menu makan siang yang itu-itu aja (nasi uduk, bubur ayam,
nasi warteg, besoknya nasi uduk lagi), kami pun menjelajah daerah Tebet Utara Dalam
dan menghentikan mobil di warung olahan bebek. Makannya cuma beberapa menit,
tapi ngantrinya setengah jam sendiri. Belum lagi pas mau balik ke butik pake
acara muter-muter cari jalan. Dan setelah berjuang di tengah kemacetan jalanan
Tebet, kebelet pipis di tengah hujan deras, kami pun berhasil memasuki daerah
Asem Baris. Baru saja masuk jalan Asem Baris, kami mendapat surprise super
shocking amazing, berupa……banjir.
http://www.wartakota.co.id/read/news/15193 |
Terus terang, baru sekali ini saya melihat banjir-nya
Jakarta dengan mata kepala berkacamata saya sendiri. Biasanya cuma lihat dari
tivi. Saya benar-benar melongo dari dalam jendela mobil, melihat air meluap
dari got di sepanjang jalan Asem Baris. Padahal gotnya ada di kedua sisi jalan,
otomatis air yang meluap ke jalan jadi dobel. Pas awal-awal masuk jalan Asem
Baris, tinggi air paling cuma se-mata kaki. Tapi semakin masuk, airnya semakin
meninggi. Berhubung mobil teman yang saya tumpangi adalah mobil matic, terpaksa teman saya putar balik
karena nggak mau ambil resiko mesin mogok di tengah lautan air got -_-
Setelah berjuang melalui jalan kecil dengan rebutan
jalan dengan mobil-mobil lain yang berlawanan arah, kami pun berhasil sampai di
butik dengan jam menunjukkan keterlambatan selama 1,5 jam tercatat dalam kartu
presensi kami.
http://udinnews.wordpress.com/2012/02/20/bogor-hujan-jakarta-yang-banjir/ |
Butik tempat saya magang terletak di tengah Jalan J
yang ternyata adalah daerah rawan banjir. Anak-anak kecil dengan wajah ceria
tanpa dosa bersuka cita bermain-main di bawah siraman hujan didalam genangan
banjir. Wajah masa depan Jakarta, yang bahagia akan datangnya bencana… #efek suara, echoed sambil menatap langit
Pada saat yang bersamaan, para orang tua berramai-ramai membersihkan selokan di depan rumah mereka, mengambil sampah-sampah yang menyumpal dari dalam selokan, kemudian mengonggokkannya di tepi jalan.
Pada saat yang bersamaan, para orang tua berramai-ramai membersihkan selokan di depan rumah mereka, mengambil sampah-sampah yang menyumpal dari dalam selokan, kemudian mengonggokkannya di tepi jalan.
Pertanyaan terbesar saya, apa saja kesibukan mereka
saat musim kemarau, sampai-sampai mereka menunggu datangnya musim hujan untuk
membersihkan sampah dari selokan mereka? Atau jangan-jangan banjir malah
menjadi alibi mereka untuk meliburkan diri dari kantor, dengan alasan mereka
mau membersihkan got depan rumah? Sepertinya memang iya, karena ketika banjir
sudah setinggi pinggang orang dewasa, mau tak mau semua instansi pasti
diliburkan. Pantaslah mereka senang. Lumayan kan, dapat libur di tengah tahun
tanpa mengurangi jatah cuti.
Kemudian, pertanyaan terbesar kedua adalah, mau
dikemanakan sampah yang teronggok di tepi jalan itu? Prediksi saya, mereka akan
menunggu sampai hujan berikutnya menghanyutkan sampah-sampah di pinggir jalan
itu kembali masuk ke got. Di Jakarta saya belajar, istilah “gali lubang – tutup
lubang” ternyata tidak hanya merujuk pada hutang.
Jakarta, 18 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar